Minggu, 06 Februari 2005

Pengembangan Investasi Kalsel PR Bagi Pemerintah

Tanggal : 6 Februari 2005
Sumber : http://www.indomedia.com/bpost/022005/7/opini/opini1.htm


Setelah menikmati pertumbuhan ekonomi Kalsel sebesar lebih kurang 5 persen per tahun pada 2004 (BPost, 19/1 Ekonomi Kalsel 2005: Perlu Langkah Strategis), pemprov perlu menengok faktor strategis yang diharapkan dapat lebih memacu perekonomian di tahun 2005 dan seterusnya. Untuk memperbesar volume ekonomi Kalsel dengan mempertimbangkan keterbatasan kemampuan fiskal pemerintah, faktor investasi adalah jawaban yang harus ada pada agenda kebijakan pemerintah.

Diskusi mengenai pertumbuhan ekonomi makro memang kurang lengkap apabila tidak menyinggung masalah mikro, terutama investasi. Adagium yang mengatakan bahwa tidak akan ada pertumbuhan tanpa investasi, sedikit banyak ada benarnya. Benar karena investasi sangat dibutuhkan untuk membiayai pembangunan. Benar juga karena investasi berfungsi sebagai stimulus ekonomi. Dari kedua sisi ‘kebenaran’ ini, investasi biasanya diartikan sebagai setiap bentuk pengeluaran oleh investor untuk membiayai proyek pemberdayaan ekonomi. Dengan demikian, kebijakan fiskal pemerintah pun dapat diartikan sebagai investasi, karena berfungsi sebagai stimulus (pemancing sekaligus penggerak) ekonomi secara umum. Tetapi juga dapat berfungsi sebagai pembiayaan rutin proyek pemerintah. Dari sisi masyarakat ekonomi, investasi diartikan sebagai kehadiran dana dari pihak bukan pemerintah untuk menanamkan modalnya guna membangun sarana dan prasarana perekonomian. Apa pun makna yang diambil mengenai investasi, yang jelas investasi berperan penting bagi pertumbuhan ekonomi. Karenanya diskusi mengenai kinerja investasi juga menjadi lebih hangat.

Hingga periode 2003 dan 2004, investasi di Kalsel belum dapat dikatakan menggembirakan. Ini ditandai dengan perbandingan antara total rencana investasi dan realisasinya serta beberapa faktor yang mempengaruhi. Selama 2003, rencana investasi oleh PMDN tercatat tidak kurang dari Rp4,685 triliun. Namun ironisnya dari angka ini hanya terealisasi Rp10,382 miliar. Total rencana investasi terbesar di 2003 tersebut direncanakan datang dari pembangunan pabrik pulp (dan kertas), tetapi hingga saat ini belum tampak ada tanda-tanda realisasi.

Di sisi PMA, rencana investasi 2003 tercatat melebihi rencana, yaitu dari rencana Rp31,735 miliar terealisasi Rp599,056 miliar. Selain itu, hingga triwulan ke-3 2004 rencana investasi oleh PMDN telah tercatat Rp48,824 miliar dan, alhamdulillah, terealisasi Rp338,375 miliar. Untuk posisi yang sama 2004, rencana investasi oleh PMA berjumlah Rp.207,917 miliar dan terealisasi Rp.227,487 miliar, atau lebih besar dari rencana.

Mempelajari angka-angka investasi di atas, perlu juga ditelusuri aspek-aspek yang menjadi penentu sukses atau tidaknya program investasi. Hasil amatan dan penelitian sebuah badan kerjasama Indonesia dan pihak luar negeri bekerjasama dengan narasumber lokal, kendala investasi di Kalsel berkisar pada beberapa masalah di sekitar kepastian hukum, ketersediaan infrastruktur yang memadai, serta total investasi dibandingkan dengan total return atau keuntungan/manfaat yang diperoleh investor.

Dari berbagai kendala yang menghalangi kehadiran investor, sedikitnya terdapat lima hal pokok yang perlu segera mendapat perhatian serius dari pemprov guna menarik lebih banyak investor untuk turut membangun provinsi ini.


Kendala Investasi

Berkenaan dengan kendala investasi, hal klasik yang sejak lama ada adalah masalah sengketa lahan dan potensi konflik sosial. Sengketa lahan lebih disebabkan oleh ketidakjelasan status hukum kepemilikan lahan, termasuk batas-batas lahan. Ini bukan hanya menjadi pekerjaan rumah bagi Badan Pertanahan Nasional (BPN), tetapi juga pemprov secara umum. Program sertifikasi tanah perlu lebih dipacu secara transparan, mudah dan cepat. Di sisi lain, potensi konflik sosial juga dapat berasal dari ketidakjelasan status pengelolaan tanah (ulayat) serta hal lain yang berasal dari kesenjangan ekonomi dan mungkin juga perbedaan budaya di tengah heterogenitas masyarakat. Oleh karena itu pemprov perlu segera membenahi masalah kepastian hukum kepemilikan lahan dan menciptakan keamanan dan pengamanan sosial sehingga kondusif untuk investasi.

Hal lain yang menjadi kendala investasi adalah masalah ketersediaan air bersih dan pengembangan cold-storage produk perikanan. Kedua hal ini saling berhubungan satu sama lain, terutama untuk mendukung investasi di bidang produk makanan olahan (industri pengolahan). Ketersediaan air bersih menjadi sangat penting tidak hanya karena kekurangan pasokan air di tingkat rumah-tangga, tetapi juga kelangkaan kilang pemurnian air untuk industri, padahal sumber air terbilang cukup tersedia terutama dari sungai. Sayangnya total kapasitas produksi air bersih dari PDAM tidak dapat memenuhi kebutuhan. Investasi langsung oleh calon investor untuk mendirikan tempat penjernihan air bukan alternatif yang baik, karena justru fasilitas ketersediaan air bersih yang dituntut oleh mereka untuk pengembangan cold-storage industri perikanan. Argumen ini patut dicermati karena sebagai salah satu sumber perikanan sungai (dan laut), Kalsel dianggap cukup menggairahkan untuk investasi, domestik maupun asing. Namun kebutuhan untuk pembangunan cold-storage di daerah-daerah sentra perikanan (untuk perikanan sungai) dan sekitar pelabuhan laut (untuk perikanan laut) menjadi masalah tersendiri yang harus dipecahkan. Masih menyangkut masalah cold-storage, pengembangan pelabuhan laut yang mampu menyediakan dermaga besar untuk kapal niaga sedang dan besar serta pergudangan juga menjadi masalah tersendiri yang seharusnya sudah menjadi salah satu prioritas pembangunan Kalsel. Semakin cepat provinsi ini memiliki dermaga besar semakin cepat pula arus barang (cargo) dari dan ke Kalsel, sehingga tidak tergantung pada tinggi-rendah air sungai yang selama ini menjadi masalah cukup rumit.

Kendala ketiga adalah kesulitan dalam pengembangan industri hilir yang berasal dari kelapa sawit, karet, HTI dan hasil-hasil pertanian. Masalah yang menjadi perhatian calon investor dalam pengembangan industri hilir, antara lain, terkait dengan besarnya modal karena pengembangan industri hilir lebih bersifat capital intensive terutama untuk penggunaan teknologi. Selain itu pengembangan produk kelapa sawit, karet, HTI dan hasil-hasil pertanian ini juga terkendala dengan pembatasan konsesi penebangan hutan, perbandingan antara periode pertumbuhan (pembibitan) tanaman dan usia produktifnya, serta bahan baku penunjang lain. Masalah-masalah ini muncul karena sejak awal pemprov lebih cenderung mengembangkan ekspor/penjualan produk mentah dan bukan produk jadi atau setengah jadi. Dengan pendekatan ini, pengembangan industri hilir akan memakan biaya besar karena calon investor harus memproses bahan baku hampir dari awal (mentah) hingga menjadi produk jadi. Untuk kendala yang satu ini, mungkin pemprov perlu melihat lebih dalam mengenai kemungkinan pemberian insentif bagi calon investor yang bersedia menanamkan modal di industri hilir, misalnya insentif pajak (termasuk tax holiday package), program Kerja Sama Operasi (KSO) atau program Build, Operate, and Transfer (BOT).

Hampir sama dengan kendala yang dihadapi oleh pengembangan industri hilir, pendirian usaha ikutan untuk mengantisipasi kelangkaan sumber-sumber mineral juga mengalami masalah serupa. Masalah ini muncul, antara lain, karena sumber-sumber mineral sejak awal terus dieksplorasi dengan kadar pengendalian yang tidak memadai, kalau tidak dapat dikatakan minimum. Dengan demikian volume eksplorasi itu semakin cepat menurun seiring dengan menipisnya persediaan (deposit) sumber mineral. Di lain pihak, pemprov belum sempat secara intensif mempersiapkan rencana kontinjensi untuk menangani kelangkaan sumber mineral atau mengembangkan produk pengganti. Apabila masalah ini dibebankan kepada calon investor, tentu akan sangat mahal bagi mereka untuk berinvestasi. Untuk mengatasi masalah ini, pemprov perlu melakukan koordinasi secara terpadu antar dinas dan lembaga terkait. Bahkan mungkin perlu melibatkan kebijakan pengelolaan sumber mineral secara terpusat. Selain itu program pemberdayaan lahan bekas pakai juga perlu dikaji untuk memulihkan kondisi keterbatasan sumber mineral yang menipis, sehingga usaha ikutan yang diciptakan untuk program pemulihan lahan dapat segera terwujud. Dengan demikian kekosongan usaha sebagai akibat dari penipisan sumber mineral dapat dihindari, atau apabila ada, dapat segera teratasi dengan masa transisi yang relatif singkat. Program berkelanjutan seperti ini yang perlu dicanangkan oleh pemprov.

Kendala lain yang tidak kalah pentingnya bagi kehadiran calon investor adalah ketidakjelasan atas ketentuan pembagian porsi usaha antara investor lokal dan asing. Hal ini menjadi perhatian calon investor, terutama asing, karena masalah ini sangat dekat dengan legal issue dan, tentu saja total net-return bagi investor. Segala sesuatu yang tidak kondusif dari segi ketentuan, apakah itu Perda atau produk hukum lainnya, tentu tidak akan menguntungkan bagi iklim investasi. Mengingat sumber pembiayaan pembangunan di seluruh Indonesia masih sangat diwarnai oleh kebutuhan devisa, maka sudah selayaknya apabila masalah kejelasan ketentuan atau kepastian hukum menjadi perhatian utama bagi calon investor, dan seharusnya ini tidak sulit diatasi. Sebagai langkah antisipatif, pemerintah provinsi sudah selayaknya segera mengkaji kembali ketentuan-ketentuan yang tidak kondusif bagi investasi dan menerbitkan kembali ketentuan yang lebih menyegarkan bagi calon investor.

Mengambil momentum pemilihan calon pemimpin Kalsel 2005, kiranya perlu langkah yang terarah, terpadu dan terkoordinasi secara kelembagaan guna menjamin kesinambungan pertumbuhan ekonomi yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan umum dan penyerapan tenaga kerja. Untuk menunjang kinerja ekonomi Kalsel, iklim investasi yang kondusif harus benar-benar diciptakan dengan campur tangan pemerintah. Oleh karena itu, siapapun pemimpin Kalsel harus mampu mensinergi pergerakan sektor ekonomi dan memahami kendalanya untuk diubah menjadi peluang guna mengundang kehadiran investor. Pemimpin yang memiliki visi jauh ke depan dan misi yang tepat untuk visinya guna membangun ekonomi Kalsel tentu dipercaya akan membawa berkah bagi ekonomi Kalsel 2005 dan seterusnya. Selain itu pemikiran masyarakat juga semakin dewasa dan kritis sehingga dapat menilai calon pemimpin yang memiliki visi dan misi untuk membangun ekonomi ribuan rumah banjar menuju Kalsel sejahtera. Semoga.

Pengamat Ekonomi dan
Pariwisata LPPM GANUSA, Jakarta