Senin, 27 Agustus 2007

Pantun Dalam Nyanyian Anak Pesisir Sumatera Timur

Tanggal : 27 Agustus 2007
Sumber : http://www.waspada.co.id/Seni-Budaya/Budaya/Pantun-Dalam-Nyanyian-Anak-Pesisir-Sumatera-Timur.html

Oleh Prof. H. Ahmad Samin Siregar

Kebudayaan etnik atau suku bangsa seperti Jawa, Bali, Mandailing maupun kebudayaan asing seperti Belanda, Jerman dan Perancis atau adat-budaya Melayu Pesisir Sumatera Timur tentu tidak dapat berkembang tanpa mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kebudayaan lainnya. Saling pengaruh itu terjadi karena adanya komunikasi yang intensif di antara bangsa dan di antara etnik atau suku bangsa hingga kebudayaan/kesenian itu berkembang dalam masyarakat dan lingkungannya.

Demikian juga halnya dengan kebudayaan Melayu Pesisir Sumatera Timur dalam arti keseluruhannya tanpa meninggalkan kejiwaan dan kepribadian Melayu tersebut. Perpaduan mesra di antara kebudayaan
dapat pula ditemukan di dalam seni budaya Jawa yang sepintas lalu tampaknya berlandaskan kepada kebudayaan Hindu atau Sansekerta. Namun, tidak pernah pula dikatakan bahwa "tari Serimpi" ataupun "tari Legong" itu merupakan tari Hindu.

Tarian-tarian itu tetap tari Indonesia yang berasal dari suku Jawa. Jadi, pengaruh budaya apa pun yang datang dan masuk ke dalam budaya nasional dan etnik perlu dijaga dan diawasi agar "keaslian" budaya dan bahasa dari etnik itu dapat terjaga dengan baik. Oleh karena itulah, inti sari budaya, seni dan adat Melayu Pesisir Sumatera Timur itu akan tetap langgeng dan tidak berobah walaupun kulitnya mengalami perobahan karena sentuhan komunikasi menurut situasi, zaman, dan keadaannya. Hakikat dan isi budaya Melayu Pesisir Sumatera Timur itu akan selalu tetap dan tidak akan berobah. Masalah ini dapat dilihat dan diketahui dengan jelas melalui pantun Melayu Pesisir Sumatera Timur seperti, /Adat penuh tidak melimpah/Adat berdiri tidak berkurang/Adat terapung tidak hanyut/Adat terendam tidak basah/.

1Keaslian adat budaya etnik Melayu Pesisir Sumatera Timur itu antara lain dipantulkan melalui kepribadiannya yang menggambarkan: (1) Jiwa beradat dan etika Melayu; (2) Bentuk dan gaya Melayu; (3) Bahasa, sastra dan pakaian Melayu; (4) Adanya perasaan kekuatan batin/gaib yang menguasai diri masyarakat Melayu yaitu kepercayaan kepada agama dan mistik; (5) Kegemaran masyarakat Melayu kepada ketertiban, perikemanusiaan, keindahan, kesenian, dan toleransi; (6) Kebiasan berbicara masyarakat Melayu dengan sopan santun; (7) Masyarakat Melayu selalu menyatakan sesuatu secara melingkar atau menyindir dan tidak langsung; dan (8) Pembawaan masyarakat Melayu Pesisir Sumatera Timur ini amat suka mencontoh dan menyesuaikan sesuatu yang dapat dihandalkan.


Kedelapan kepribadian ini telah menunjukkan bahwa masyarakat Melayu Pesisir Sumatera Timur itu sangat mudah menerima pengaruh, yang baik dan positif, dari etnik atau bangsa lainnya. Pergaulan antara etnik Melayu Pesisir Sumatera Timur ini dengan etnik atau bangsa lainnya itu dengan segera dapat menimbulkan kerja sama yang erat karena adanya saling pengertian. Namun dari semua itu, secara singkat dapat dikatakan bahwa ciri-ciri khas Melayu Pesisir Sumatera Timur ini ialah a). Sifat regionalnya "adat"; b) Sifat nasionalnya "budaya" dan c) Sifat universalnya "agama Islam".

Ketiga ciri khas ini dapat pula dikaitkan dengan pantun dua kerat berikut ini, /Cencang pampas/Bunuh balas/. Pantun dua kerat ini telah menunjukkan tentang sikap dan sifat masyarakat Melayu Pesisir Sumatera Timur itu yang mempunyai aturan dan tata tertib dalam permasalahan kehidupan.(Guru Besar USU, Medan)

Bersambung....

Kamis, 23 Agustus 2007

Menakar Ulang Hak Pengusahaan Perairan Pesisir

Tanggal : 23 Agustus 2007
Sumber : http://indoprogress.blogspot.com/2007/08/menakar-ulang-hak-pengusahaan-perairan.html
Oleh : M.Riza Damanik


BELUM selesai dengan pro-kontra dari penetapan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM), masyarakat Indonesia kembali dikejutkan dengan lahirnya Undang-undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (UUPWP-PPK), yang disahkan pada tanggal 26 Juni 2007 lalu. Tidak berbeda dengan UUPM, UUPWP-PPK-pun mengeluarkan gebrakan baru, satu di antaranya adalah Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3).

Dalam UU tersebut disebutkan, HP-3 merupakan hak pengusahaan atas permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut (Pasal 16), dengan masa waktu pengusahaan hingga 20 tahun, dan dapat diperpanjang kembali (Pasal 19). Dalam catatan panjang sejarah Indonesia, ini kali pertama negara memberikan landasan hukum atas pengusahaan wilayah perairan pesisir dan pulau-pulau kecil.

Setidaknya, ada tiga hal mendasar yang perlu ditakar ulang dalam pemberian hak tersebut. Pertama, aspek pemenuhan hak atas perlindungan dan keselamatan warga negara dari ancaman bencana. Sudah menjadi pengetahuan setiap orang, bahwa wilayah Indonesia terletak di sepanjang jajaran gunung api (yang dikenal dengan ring of fire), serta pertemuan tiga lempeng bumi, yang secara alamiah telah menyebabkan Indonesia rawan bencana. Sebut saja bencana tsunami Aceh dan Yogyakarta, bencana banjir dan abrasi hampir di seluruh desa-desa pesisir, serta gelombang tinggi yang akhir-akhir ini semakin kerap melanda perairan Indonesia. Semua itu memberikan isyarat betapa rentannya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia terhadap bencana.

Mencermati hal tersebut, sudah seharusnya UU ini mengedepankan prinsip perlindungan dan perlakuan khusus terhadap wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dengan berlandas pada pemenuhan hak warga negara atas kenyamanan dan keselamatan, serta menghindari kerugian yang lebih besar pasca terjadinya bencana. Keberadaan HP-3 dinilai akan menjadi kontra produktif dengan semangat negara dalam menjamin perlindungan dan keselamatan rakyat.

Diberikannya jaminan perlindungan atas penguasaan kawasan rentan bencana kepada pelaku usaha – dalam luasan dan waktu tertentu – justru akan membatasi peran pemerintah dalam memenuhi kewajibannya. Belum lagi, tidak ada jaminan dari pemegang HP-3 untuk memenuhi tanggung-jawab mutlak (sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan hidup) atas dampak negatif yang ditimbulkan, seperti yang kerap terjadi pada sektor lain, seperti pertambangan dan kehutanan.

Kedua, menakar untuk siapa sebenarnya sertifikat HP-3 diberikan. Dengan komposisi kemiskinanan yang masih mendominasi, serta taraf pendidikan yang juga masih sangat rendah, menjadi tidak relevan bagi masyarakat nelayan dan pembudidaya tradisional masuk ke dalam skema sertifikasi seperti yang diharapkan UU. Budaya birokrasi yang rumit, dan cenderung mahal mengisyaratkan penguasaan kegiatan usaha oleh pemilik modal besar justru akan mendominasi, sejalan dengan kemudahan yang diberikan negara, dan kemampuan pemodal memenuhi kebutuhan sertifikasi tersebut.

Ketiga, menakar intensitas konflik perikanan terkait hak kepemilikan. Charles dalam bukunya Sustainable Fishery Systems (2001) menyebutkan, debat mengenai hak kepemilikan mencakup pertanyaan filosofis yang telah berlangsung sejak lama mengenai aspek legal, sejarah dan/atau kepemilikan, akses dan kontrol perikanan. Konflik ini sendiri cenderung, di antaranya, disebabkan perbedaan kepentingan terhadap beberapa bentuk kepemilikan perikanan, di antaranya: open-access, manajemen terpusat, hak pengelolaan kawasan, pengelolaan berbasis masyarakat, kuota individu, dan privatisasi.

Keberadaan HP-3 disela-sela mekanisme pengelolaan yang bernuansa sektoral, desentralisasi, industrialisasi, serta diperhadapkan pada kebutuhan atas pengakuan eksistensi pengelolaan masyarakat, justru akan menjadi stimulus dalam meningkatnya intensitas konflik terkait hak kepemilikan. Apalagi, dengan keistimewaan yang dimiliki oleh sertifikat HP-3 yang dapat beralih, dialihkan, dan dijadikan jaminan ke bank (Pasal 20).

Sudah sepatutnya Indonesia sebagai negara kepulauan, menjadikan sektor kelautan sebagai garda terdepan penyelamatan bangsa. Keberadaan HP-3 yang lebih besar mudharat-nya dari manfaat sewajarnya ditakar ulang. Dengan begini, lahirnya UUPWP-PPK, dapat dijadikan momentum pembenahan arah pembangunan kelautan nasional.***

M. Riza Damanik, Manager Kampanye Pesisir dan Laut, Eksekutif Nasional WALHI.

Senin, 06 Agustus 2007

Konsumsi Ikan Menjamin Sehat dan Cerdas

Tanggal : 6 Agustus 2007
Sumber : http://www.tribun-timur.com/view.php?id=47511&jenis=Opini
Oleh: Syamsul Rahman, Dosen Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian UIM Mantan Anggota Hipermaju Sulbar

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Barat (Sulbar) melalui Dinas Kelautan dan Perikanan, telah memecahkan Rekor Musium Rekor Indonesia (Muri) pada acara pembakaran ikan sepanjang 4,36 km di jejar sepanjang Jl Yos Sudarso Mamuju Rabu 25 Juli lalu.

Jumlah ikan yang dibakar sekitar tujuh ton. Rekor Muri sebelumnya dipegang oleh Kabupaten Kapuas, dengan panjang tempat pembakaran ikan 3,083 km.

Kegiatan ini dihadiri Menteri Kelautan dan Perikanan, Fredy Numberi, dan sejumlah pejabat jajaran Kementerian Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP).

Acara ini merupakan ajang kampanye dan realisasi dari program nasional yang telah dicanangkan DKP, gerakan memasyarakatkan ikan (Gemarikan), yang dirangkaikan dengan perlombaan menyiapkan berbagai menu yang berasal dari bahan baku ikan dan lomba masakan ikan tradisional.

Melalui even seperti ini, perlu dilakukan pengenalan kepada masyarakat tentang pentingnya mengkonsumsi ikan, termasuk melalui ekspose pemecahan rekor Muri seperti acara tersebut.


Potensi Perikanan

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sekitar 17 ribu, memiliki panjang pantai terpanjang kedua di dunia, setelah Aurstralia yang mencapai panjang pantai sekitar 81 ribu km.

Sebagai negara kepulauan yang dikelilingi laut, Indonesia mempunyai sumber daya laut yang besar, baik sumber daya hayati maupun nonhayati.

Selain perairan laut, luas daratan Indonesia juga "menyimpan" perairan tawar yang cukup luas. Sebagaimana perairan laut, perairan tawar pun menyimpan potensi sumber daya alam yang tidak sedikit, yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat.

Melihat potensi perairan dan sumber daya manusia serta sumber daya ikan yang ada, maka budidaya ikan di Indonesia cukup prospektif, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun untuk ekspor.

Prospektifnya pasar ikan dapat dilihat dari terus meningkatnya jumlah penduduk dan makin sadarnya konsumen untuk mengonsumsi ikan. Mengonsumsi ikan dapat meningkatkan kesehatan dan kecerdasan bagi seseorang, sesuai standar yang dipersyaratkan.

Potensi sumberdaya ikan budidaya secara nasional diperkirakan sebesar 15,95 juta hektare, terdiri atas potensi air tawar 2,23 juta hektare, air payau 1,22 juta hektare, dan budidaya laut 12,14 juta hektare.

Sedangkan pemanfaatan potensi sumber daya itu hingga kini masing-masing baru mencapai sekitar 10,1 persen untuk budidaya air tawar, 40 persen budidaya air payau, dan 0,01 budidaya laut.

Angka sementara produksi total perikanan budidaya secara nasional pada 2005 sebesar 1,8 juta ton. Mengingat pemanfaatan potensi perikanan budidaya yang masih demikian rendah, maka diperlukan langkah-langkah untuk mendorong peningkatan produksi ikan yang permintaan pasarnya sangat besar. Ikan hasil budidaya di Indonesia, baik ikan air tawar maupun ikan laut, semakin berpeluang untuk bersaing dengan ikan hasil budidaya dari negara lain. Iklim di Indonesia lebih kondusif untuk budidaya ikan.

Sebagai negara yang kaya dengan hasil laut dan mempunyai berbagai macam produk perikanan, Indonesia berpeluang membangun kualitas manusia yang sehat dan cerdas melalui Gemarikan.
Namun, masyarakat Indonesia kurang banyak mengkonsumsi ikan yang kaya akan protein ini. Budaya mengkonsumsi ikan belum menjadi gaya hidup banyak keluarga di negeri ini.


Tingkat Konsumsi

Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk, yang saat ini diperkirakan telah mencapai 215 juta jiwa, maka meningkat pula kebutuhan pangan.

Itu berarti luasnya laut dan perairan umum Indonesia merupakan sebuah "lumbung" pangan nasional yang setiap saat siap dimanfaatkan secara optimal.

Sumber daya ikan di Indonesia diperkirakan 6,7 juta ton per tahun atau sekitar tujuh persen dari total potensi lestari ikan laut dunia. Akan tetapi tingkat konsumsi ikan di Indonesia masih rendah. Hingga tahun 2006, rata-rata mencapai 25,03 kg per kapita per tahun.

Meskipun meningkat 4,5 persen dari tahun sebelumnya, yaitu sebesar 23,95 kg, jumlah ini belum mencapai standar yang di persyaratkan oleh organisasi pangan dunia (FAO), 30 kg per kapita per tahun.
Dibanding dengan negara- negara Asia lainnya, tingkat konsumsi ikan di Indonesia masih jauh ketinggalan. Jepang (mencapai 110 kg), Korea Selatan (85 kg), Malaysia (45 kg), dan Thailand (35 kg).

Rendahnya tingkat konsumsi ikan tersebut diakibatkan karena masih adanya anggapan di kalangan masyarakat, bahwa makan ikan kurang bergengsi, atau identik dengan kemiskinan, bahkan ada anggapan sebagian masyarakat yang menyatakan, mengonsumsi ikan terlalu banyak akan mengakibatkan cacingan atau alergi.

Padahal protein yang terdapat dalam ikan sangat diperlukan manusia karena lebih mudah dicerna, juga mengandung asam amino dengan pola hampir sama dengan asam amino yang terdapat dalam tubuh manusia. Selain itu, protein ikan juga terdiri atas asam amino asensiall yang tidak mudah rusak selama pemasakan, dan lebih lengkap dibandingkan dengan sumber protein hewan.


Sehat Cerdas

Negara Jepang adalah salah satu penghasil ikan di dunia dan ikan telah menjadi makanan utama, seperti halnya nasi di Indonesia. Ikan telah menjadi bagian dari menu sehari-hari masyarakat Indonesia, namun hanya sekadar sebagai pelengkap menu hidangan.

Banyak di antara kita hanya tau, bahwa ikan itu baik bagi kesehatan dan enak rasanya. Namun, kita tidak mengerti kandungan apa di dalam ikan yang dapat membuat badan menjadi sehat dan cerdas, seperti yang dialami oleh orang-orang Jepang.

Ikan kaya akan asam yang disebut Omega 3 yang berfungsi membantu untuk membersihkan racun di dalam jantung dan tubuh, dengan meningkatkan proses anti penggumpalan darah.

Omega 3 mampu mencegah dan mengurangi terjadinya penumpukan kolesterol dan melekatnya bintik-bintik darah dalam pembuluh darah. Orang yang banyak mengonsumsi ikan mempunyai resiko lebih kecil terkena penyakit jantung dan stroke.

Selain dapat mencegah penyakit jantung dan stroke, Omega 3 dapat mencegah penyakit kanker, diabetes, asam urat, rematik, bahkan mengatasi jerawat. Pada ibu hamil, sangat dianjurkan untuk mengonsumsi banyak ikan karena dapat membantu pertumbuhan otak bayi, selain meningkatkan kecerdasan dan daya pikirnya.

Selain itu mengonsumsi banyak ikan bagi ibu hamil dapat menghindari bayi premature atau berat badannya di bawah standar. Sampai bayi beranjak dewasa pun, pengenalan terhadap konsumsi ikan harus tetap dilanjutkan. Ikan memang sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan, meningkatkan daya tahan tubuh, dan sebagai sumber energi.

Sudah menjadi rahasia umum pula bahwa ikan mengandung banyak protein. Namun absorpsi protein dari ikan lebih banyak dibandingkan daging sapi atau ayam. Hal ini disebabkan karena ikan mempunyai serat protein yang lebih pendek dari pada serat-serat daging sapi atau ayam, yang mempermudah pencernaan.

Ikan juga sangat baik bagi orang yang mengalami kesulitan pencernaan. Untuk itu, mulailah mengonsumsi ikan hari ini dan setidaknya makanlah ikan minimal tiga kali seminggu atau setiap hari dengan menu yang bervariasi. Ini akan berimplikasi pada kesehatan dan kecerdasan. (***)

Konsumsi Ikan Menjamin Sehat dan Cerdas

Tanggal : 6 Agustus 2007
Sumber : http://www.tribun-timur.com/view.php?id=47511&jenis=Opini
Oleh: Syamsul Rahman, Dosen Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian UIM Mantan Anggota Hipermaju Sulbar

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Barat (Sulbar) melalui Dinas Kelautan dan Perikanan, telah memecahkan Rekor Musium Rekor Indonesia (Muri) pada acara pembakaran ikan sepanjang 4,36 km di jejar sepanjang Jl Yos Sudarso Mamuju Rabu 25 Juli lalu.
Jumlah ikan yang dibakar sekitar tujuh ton. Rekor Muri sebelumnya dipegang oleh Kabupaten Kapuas, dengan panjang tempat pembakaran ikan 3,083 km.
Kegiatan ini dihadiri Menteri Kelautan dan Perikanan, Fredy Numberi, dan sejumlah pejabat jajaran Kementerian Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP).
Acara ini merupakan ajang kampanye dan realisasi dari program nasional yang telah dicanangkan DKP, gerakan memasyarakatkan ikan (Gemarikan), yang dirangkaikan dengan perlombaan menyiapkan berbagai menu yang berasal dari bahan baku ikan dan lomba masakan ikan tradisional.
Melalui even seperti ini, perlu dilakukan pengenalan kepada masyarakat tentang pentingnya mengkonsumsi ikan, termasuk melalui ekspose pemecahan rekor Muri seperti acara tersebut.

Potensi Perikanan
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sekitar 17 ribu, memiliki panjang pantai terpanjang kedua di dunia, setelah Aurstralia yang mencapai panjang pantai sekitar 81 ribu km.
Sebagai negara kepulauan yang dikelilingi laut, Indonesia mempunyai sumber daya laut yang besar, baik sumber daya hayati maupun nonhayati.
Selain perairan laut, luas daratan Indonesia juga "menyimpan" perairan tawar yang cukup luas. Sebagaimana perairan laut, perairan tawar pun menyimpan potensi sumber daya alam yang tidak sedikit, yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat.
Melihat potensi perairan dan sumber daya manusia serta sumber daya ikan yang ada, maka budidaya ikan di Indonesia cukup prospektif, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun untuk ekspor.
Prospektifnya pasar ikan dapat dilihat dari terus meningkatnya jumlah penduduk dan makin sadarnya konsumen untuk mengonsumsi ikan. Mengonsumsi ikan dapat meningkatkan kesehatan dan kecerdasan bagi seseorang, sesuai standar yang dipersyaratkan.
Potensi sumberdaya ikan budidaya secara nasional diperkirakan sebesar 15,95 juta hektare, terdiri atas potensi air tawar 2,23 juta hektare, air payau 1,22 juta hektare, dan budidaya laut 12,14 juta hektare.
Sedangkan pemanfaatan potensi sumber daya itu hingga kini masing-masing baru mencapai sekitar 10,1 persen untuk budidaya air tawar, 40 persen budidaya air payau, dan 0,01 budidaya laut.
Angka sementara produksi total perikanan budidaya secara nasional pada 2005 sebesar 1,8 juta ton. Mengingat pemanfaatan potensi perikanan budidaya yang masih demikian rendah, maka diperlukan langkah-langkah untuk mendorong peningkatan produksi ikan yang permintaan pasarnya sangat besar. Ikan hasil budidaya di Indonesia, baik ikan air tawar maupun ikan laut, semakin berpeluang untuk bersaing dengan ikan hasil budidaya dari negara lain. Iklim di Indonesia lebih kondusif untuk budidaya ikan.
Sebagai negara yang kaya dengan hasil laut dan mempunyai berbagai macam produk perikanan, Indonesia berpeluang membangun kualitas manusia yang sehat dan cerdas melalui Gemarikan.
Namun, masyarakat Indonesia kurang banyak mengkonsumsi ikan yang kaya akan protein ini. Budaya mengkonsumsi ikan belum menjadi gaya hidup banyak keluarga di negeri ini.

Tingkat Konsumsi
Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk, yang saat ini diperkirakan telah mencapai 215 juta jiwa, maka meningkat pula kebutuhan pangan.
Itu berarti luasnya laut dan perairan umum Indonesia merupakan sebuah "lumbung" pangan nasional yang setiap saat siap dimanfaatkan secara optimal.
Sumber daya ikan di Indonesia diperkirakan 6,7 juta ton per tahun atau sekitar tujuh persen dari total potensi lestari ikan laut dunia. Akan tetapi tingkat konsumsi ikan di Indonesia masih rendah. Hingga tahun 2006, rata-rata mencapai 25,03 kg per kapita per tahun.
Meskipun meningkat 4,5 persen dari tahun sebelumnya, yaitu sebesar 23,95 kg, jumlah ini belum mencapai standar yang di persyaratkan oleh organisasi pangan dunia (FAO), 30 kg per kapita per tahun.
Dibanding dengan negara- negara Asia lainnya, tingkat konsumsi ikan di Indonesia masih jauh ketinggalan. Jepang (mencapai 110 kg), Korea Selatan (85 kg), Malaysia (45 kg), dan Thailand (35 kg).
Rendahnya tingkat konsumsi ikan tersebut diakibatkan karena masih adanya anggapan di kalangan masyarakat, bahwa makan ikan kurang bergengsi, atau identik dengan kemiskinan, bahkan ada anggapan sebagian masyarakat yang menyatakan, mengonsumsi ikan terlalu banyak akan mengakibatkan cacingan atau alergi.
Padahal protein yang terdapat dalam ikan sangat diperlukan manusia karena lebih mudah dicerna, juga mengandung asam amino dengan pola hampir sama dengan asam amino yang terdapat dalam tubuh manusia. Selain itu, protein ikan juga terdiri atas asam amino asensiall yang tidak mudah rusak selama pemasakan, dan lebih lengkap dibandingkan dengan sumber protein hewan.

Sehat Cerdas
Negara Jepang adalah salah satu penghasil ikan di dunia dan ikan telah menjadi makanan utama, seperti halnya nasi di Indonesia. Ikan telah menjadi bagian dari menu sehari-hari masyarakat Indonesia, namun hanya sekadar sebagai pelengkap menu hidangan.
Banyak di antara kita hanya tau, bahwa ikan itu baik bagi kesehatan dan enak rasanya. Namun, kita tidak mengerti kandungan apa di dalam ikan yang dapat membuat badan menjadi sehat dan cerdas, seperti yang dialami oleh orang-orang Jepang.
Ikan kaya akan asam yang disebut Omega 3 yang berfungsi membantu untuk membersihkan racun di dalam jantung dan tubuh, dengan meningkatkan proses anti penggumpalan darah.
Omega 3 mampu mencegah dan mengurangi terjadinya penumpukan kolesterol dan melekatnya bintik-bintik darah dalam pembuluh darah. Orang yang banyak mengonsumsi ikan mempunyai resiko lebih kecil terkena penyakit jantung dan stroke.
Selain dapat mencegah penyakit jantung dan stroke, Omega 3 dapat mencegah penyakit kanker, diabetes, asam urat, rematik, bahkan mengatasi jerawat. Pada ibu hamil, sangat dianjurkan untuk mengonsumsi banyak ikan karena dapat membantu pertumbuhan otak bayi, selain meningkatkan kecerdasan dan daya pikirnya.
Selain itu mengonsumsi banyak ikan bagi ibu hamil dapat menghindari bayi premature atau berat badannya di bawah standar. Sampai bayi beranjak dewasa pun, pengenalan terhadap konsumsi ikan harus tetap dilanjutkan. Ikan memang sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan, meningkatkan daya tahan tubuh, dan sebagai sumber energi.
Sudah menjadi rahasia umum pula bahwa ikan mengandung banyak protein. Namun absorpsi protein dari ikan lebih banyak dibandingkan daging sapi atau ayam. Hal ini disebabkan karena ikan mempunyai serat protein yang lebih pendek dari pada serat-serat daging sapi atau ayam, yang mempermudah pencernaan.
Ikan juga sangat baik bagi orang yang mengalami kesulitan pencernaan. Untuk itu, mulailah mengonsumsi ikan hari ini dan setidaknya makanlah ikan minimal tiga kali seminggu atau setiap hari dengan menu yang bervariasi. Ini akan berimplikasi pada kesehatan dan kecerdasan. (***)