Tanggal : 20 Juli 2007
Sumber : http://64.203.71.11/kompas-cetak/0707/20/humaniora/3700355.htm
Ketapang, Kompas - Peninggalan purbakala dari kerajaan-kerajaan maritim yang pernah berjaya di Kalimantan Barat belum optimal dimanfaatkan dan dikembangkan di daerah ini untuk ilmu pengetahuan maupun pariwisata. Pemeliharaan benda-benda purbakala yang bernilai sejarah tinggi itu masih diandalkan pada keluarga ahli waris secara turun-temurun.
Kondisi ini terungkap dalam kegiatan Arung Sejarah Bahari II, 16-21 Juli 2007, yang menyusuri jejak dan peninggalan sejarah dari bekas kerajaan-kerajaan maritim di Pontianak-Ketapang-Sukadana. Sebanyak 72 mahasiswa dari beragam latar disiplin ilmu dan perguruan tinggi di seluruh Indonesia ambil bagian dalam kegiatan yang merupakan sinergi antara Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dengan Departemen Pendidikan Nasional.
Dari penelusuran ke bekas istana dan makam kerajaan yang pernah ada di Ketapang dan Sukadana hingga Kamis (19/7), sebenarnya sudah terlihat ada upaya dari pemerintah setempat untuk menjaga kelestarian peninggalan masa lalu tersebut. Namun, upaya yang dilakukan masih minim. Pemeliharaan dan pengembangannya pun masih mengandalkan ahli waris keturunan para raja di masa lampau tersebut.
Keraton Panembahan Kerajaan Matan di Ketapang—yang diyakini sebagai kelanjutan dari Kerajaan Tanjungpura—misalnya, memang sudah dijadikan museum. Bentuk keraton yang terdapat di tepi Sungai Pawan itu masih seperti masa lalu dengan bangunan dasar kayu tidak tampak bagai istana. Ada bagian bangunan yang sudah rusak.
Koleksi-koleksinya juga masih belum tertata dan informasi mengenai apa yang terjadi dengan kerajaan ini di masa lalu serta apa yang ada di dalamnya minim. "Ya, memang beginilah keadaannya. Untuk silsilah kerajaan juga belum ada. Pernah dibuat, tetapi diprotes orang, jadi saya tidak bisa menceritakannya," kata Uti Saharudin, salah satu keturunan Gusti Muhamad Saunang, Raja Kerajaan Matan.
Di wilayah sekitar makam atau Astane Raja Tanjung Pura Pangeran Iranata di Ketapang juga masih perlu penelitian lebih lanjut. Ini terkait dengan banyaknya pecahan keramik dan batu bata merah yang diperkirakan peninggalan masa lalu.
Kepala Informasi, Kebudayaan, dan Pariwisata Ketapang Yudo Sudarto mengatakan, di daerah ini direncanakan akan ada penelitian lebih lanjut. Untuk pecahan batu bata merah yang diperkirakan peninggalan masa lalu dari permukiman kuno yang pernah ada di wilayah ini bisa mencapai dua kapal.
Perhatian minim
Di Sukadana, Kabupaten Kayong Utara, keraton kerajaan yang pernah dipimpin Tengku Akil sudah tidak ada bekasnya lagi. Pelabuhan yang ada di Pantai Pulau Datu, yang dulu sangat terkenal karena perdagangan intan, kini juga tidak berbekas lagi.
Tengku Muhtar, salah satu keturunan raja-raja Kerajaan Sukadana, mengatakan bahwa keraton bekas kerajaan ini tidak ada lagi karena dihancurkan tentara Jepang. Keluarga ini mengurus makam Raja Tengku Akil yang sering dikunjungi warga Malaysia dan Brunei.
Peninggalan berupa pedang panjang dan lonceng masih disimpan keluarga ahli waris. Pengunjung yang tertarik diperbolehkan untuk melihat warisan purbakala ini.
Keluhan mengenai minimnya perhatian terhadap peninggalan kerajaan juga disampaikan keluarga ahli waris Keraton Kadriah di Pontianak. "Pengurusan keraton ini masih ditanggung keluarga. Dulu pernah ada bantuan, tetapi sudah lama dihentikan. Padahal, perawatan keraton ini perlu terus dilakukan. Sebab, dari keraton inilah Kota Pontianak awalnya ada," kata Sarifah Zohrah, salah seorang ahli waris.
Susanto Zuhdi, pengajar di Departemen Sejarah, Universitas Indonesia, mengatakan bahwa kerajaan maritim di Kalimantan Barat hanyalah salah satu bukti betapa Indonesia begitu jaya di masa lampau, khususnya di sektor kelautan. Nenek moyang Indonesia sudah membuktikan keulungannya di masa lalu.
"Peninggalan ini harus dijaga," kata Susanto. (ELN)