Jumat, 11 Januari 2008

Rakyat Butuh Listrik Murah dan Ramah Lingkungan

Tanggal : 11 Januari 2008
Sumber : http://sarekathijauindonesia.org/?q=id/content/pltn-kaltim-untuk-siapa%3F

Pemerintah 30 tahun "Gagap" Ngurus Listrik

Byarrrr pet….byarrr pet….byarrr pet…katanya mati lampu. Dan ini terjadi di semua wilayah Kalimantan, mulai Kaltim, Kalsel, Kalteng dan Kalbar. Tidak tanggung-tanggung mati hidup, mati hidup sudah berjalan hampir satu tahun belakangan ini, bahkan lebih. Sudah bisa ditebak, bahwa PLN tidak mampu memenuhi kebutuhan listrik, itu kata pihak PLN. Lalu, solusinya apa? Nuclear-power-plantMuncul skenario PLTN..

Kenapa Skenario PLTN muncul di Kalimantan, setelah di Pulau Jawa tepatnya Muria Jawa tengah di tolak habis-habisan dari masyarakat sekitar proyek dan organisasi masa PBNU. Kenapa ini terjadi? Jawabannya, bahwa Pemerintah Daerah tidak serius mengurus sumberdaya alam untuk pemebuhan kebutuhan listrik. Bisa kita periksa ulang catatan pengelolaan sumberdaya alam di kaltim sepanjang 10 tahun terakhir. Sumber-sumber produktip dari alam untuk pasokan energi, dirusak dengan secara sistematis melalui pemberian konsesi-konsesi investasi mulai dari Hutan Tanaman Industri, Perkebunan Kelapa Sawit dan Pertambangan sekala besar. Sumber-sumber tersebut adalah potensi air, sungai yang dirusak. Padahal sumber ini dapat memasok kebutuhan energy listrik jangka panjang bila pemerintah serius menangani pembangunan Kalimantan Timur untuk kesejahteraan rakyat. Kerusakan yang tidak terhingga, maka akan menghasilkan bencana ekologis. Bila saja, kemampuan aparatur pemerintah daerah dan pusat dapat menyokong kebutuhan jangka panjang, maka, PLTN tidak menjadi pilihan sama sekali. PLTN sebuah teknologi yang mahal, tidak ramahg lingkungan dan akan mengancam jutaan rakyat Kalimantan Timur atas bahaya limbah radioaktifnya bila dikemudian hari terjadi insiden. Limbah Nuklir tidak dapat di daur ulang. Kalau saja dapat di daur ulang, maka beberapa negara yang menggunakan energi ini, sudah dipastikan dalam keadaam damai sepanjang masa. Apapu teknologinya, limbah ini tidak dapat di musnahkan, kecuali dibuang ke negara lain, apakah ada negara yang mau terima limbah nuklir? Jawabnya Tidak!!!

Dalam catatan statistik kebutuhan listrik di Kalimantan Timur terus meningkat dengan percepatan 12% per tahun, sementara Perusahaan Listrik Negara (PLN) hanya menyediakan energi listrik dengan peningkatan rata-rata 8,5% per tahun. Dengan demikian terjadi krisis energi listrik di hampir semua wilayah di Kalimantan Timur. Untuk mengantisipasi krisis energi energi listrik tersebut, Pemerintah daerah bersama DPRD Kalimantan Timur membuat terobosan dengan membentuk Perusahaan Daerah Ketenagalistrikan Kalimantan Timur yang akan membangun PLTU batubara sebesar 2 x 25 MW. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) memperkirakan hingga tahun 2016 kebutuhan energi listrik di Kaltim akan terus meningkat seiring pesatnya pembangunan. Diperkirakan hingga 2016 itu, kebutuhan energi listrik di Kaltim akan mencapai 1.000 Mega Watt (MW). Ditambahkannya, kondisi permintaan pemasangan listrik dari pelanggan sejak Januari 2006 sebanyak 134 MW. Dengan demikian, bila beban puncak tahun 2005 sebesar 260 MW, maka total kebutuhan listrik sebesar 394 MW. Untuk tahun 2009 dapat terpenuhi, tetapi skenario 2016 masih belum ada solusi.

Babak baru di akhir tahun 2007, bagi Kalimantan Timur adalah sebuah keyakinan, bahwa PLTN dapat memberikan kesejahteraan rakyat Kalimantan Timur, dari aspek penyediaan energi listrik. Rencana ini yang dimaksud akan di realisasikan tahun 2019, merupakan jawaban krisis energi listrik di Kalimantan Timur, ketika, sampai akhir tahun 2009 katanya energy listrik masih bisa dipenuhi. Protes datang dari kelompok peduli Lingkungan di sela-sela wacana yang sedang berkembang, apakah betul, sumberdaya alam Kaltim tidak mampu menyediakan listrik alternatif bagi rakyatnya? Lalu bagaimana cara mengelola listrik berbasis kemampuan dan daya dukungan lingkungan yang ditunjang kemandirian rakyat di Kaltim. Sebenarnya listrik PLTN untuk siapa?


Potensi Alam Untuk Energi Cukup Besar

Hasil survei menunjukan, bahwa Indonesia (termasuk Kalimantan Timur) memiliki sumber energi mikrohidro yang berpotensi menghasilkan 75 ribu megawatt (75.000 MW). Menurut Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, J Purwono, PLN baru menghasilkan 29.000 MW selama ini dari yang tersedia. Potensi Microhydro baru dimanfaatkan sekitar 5.000 MW, artinya masih ada tersisa sebanyak 70.000 MW potensi microhydro di Indonesia, bisa jadi di Kaltim memiliki potensi lebih dari 3.000 MW. Kalau kebutuhan sampai tahun 2020 akan aman listrik menggunakan microdydro ini. Belum lagi listrik energi matahari, angin, panas bumi dan gelombang.

Kalau kita periksa kembali, berdasarkan perhitungan saya, setidaknya ada lebih 100 sumber air terjun besar kecil di Kalimantan Timur, yang dapat menghasilkan listrik mulai dari 1 Mega Watt sampai paling kecil 10.000 watt. Kekayaan alam yang berlimpah, belum optimal dimanfaatkan sampai saat ini. Letak geografis Kalimantan Timur di sepanjang garis khatulistiwa membawa berkah berlimpah akan sinar surya. Dari surya, kita bisa memanen energi panas maupun mengubah cahayanya menjadi listrik melalui teknologi photovoltaic. Topografi yang bergunung-gunung dan hutan yang banyak memungkinkan beberapa daerah memiliki potensi sumber air yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan listrik, baik skala kecil maupun besar. Potensi yang lebih besar lagi adalah microhydro melalui "sodetan" garis lurus mengalirkan air sungai Mahakam, Kahayan dan sungai kayan. Di Kabupaten Paser saja terdapat 5 DAS besar yang dapat dibuat perangkat teknologinya melalui "sodetan" atau drainage kecil yang dapat memasok listrik lebih dari 1 mega watt. Energi surya yang belum dimanfaatkan, energi kincir angin baik tunggal maupun paralel.

Uji coba Microhydro disebuat desa terpencil Kampung Muluy Kabupaten Paser kaltim oleh masyarakat lokal yang dimdapingi oleh LSM lokal, dapat menghasilkan listrik 8.000 watt, karena keterbatasan anggaran masyarakat, maka turbin penggeral hanya mampu sebesar itu. Bila ditambah akan memiliki daya mencapai 40.000 watt, jumlah ini bisa memberikan listrik pada lebih dari 300 – 400 kepala keluarga. Satu contoh; penjajakan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) sampai saat ini baru di Lambakan, Kabupaten Paser dengan kapasitas 63 MW. Namun PLTA itu masih terkendala sertifikasi yang belum diterbitkan pemerintah pusat. Kenapa ini terjadi, karena pemerintah Gagap atas urusan listrik yang murah dan aman jangka panjang. Bila kita tengok kembali di perbatasan Kalimantan Timur dan malaysia, sumber energi air yang dapat memasok listrik cukup banyak, misalnya di Long titi, Long Pada, bila di manfaatkan dapat memasok kebutuhan listrik Kabupaten Malinau lebih dari 50%-nya. Kemudian di Pulau sebatik, air terjun yang dapat mengairi sawah sekitar 300 hektar, dapat memasok listrik sebesar lebih 10.000 watt untuk 3 kampung.


Secara Mandiri Rakyat Mampu Ngurus Listrik

Kebijakan ketenagalistrikan sampai saat ini masih monopoli pemerintah dan PLN. Tidak ada regulasi listrik untuk dikelola secara mandiri oleh rakyat. Kebijakan Nasional yang dituangkan sebatas pemanis belaka. Contoh kasus, penjajakan PLTA di kabupaten Paser menjadi terhambat karena jalur birokrasi yang diciptakan oleh sebuah kebijakan yang sarat dengan korupsi dan kolusi. Saya tidak habis berpikir, kenapa, sumber energi potensial masih terhambat karena urusan selembar kertas sertifikasi pemerintah pusat atau PLN? Sehingga jawabannya, adalah listrik biarkan di urus rakyat secara mandiri, tanpa ikut campur tangan pemerintah atau PLN yang sudah kelelahan ngurus listrik untuk rakyat – yang katanya selalu merugi.

Energi listrik potensial dari sumber-sumber alam jangan diserahkan ke para perusahaan swasta atau di privatisasi. Sumber-sumber alam yang vital, sebaiknya di nasionalisasi dan serahkan kepada rakyat untuk mengurusnya. Sebuah contoh kecil di Kampung Muluy, dengan investasi sekitar 350 juta, telah menghasilkan energi listrik untuk lebih dari 140 jiwa. Dengan membangun tata cara pengelolaan listrik kampung yang bersumber dari PLTA setempat, masyarakat kampung mampu melakukan pengelolaan, perawatan. Tanpa biaya mahal, 140 jiwa telah menikmati listrik selama 24 jam, dengan cukup Rp 10.000 per kepala keluarga iuran di tetapkan secara bersama. Lingkungan sekitar diantaranya hutan yang kaya akan biodiversity tetap terjaga, kebutuhan listrik keluarga dan industri desa terpenuhi.

Gambaran diatas merupakan salah satu contoh baik yang dihasilkan dari sebuah sistem yang didorong dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Setidaknya, di Kalimantan Timur masih ada ratusan lebih kampung yang memiliki sumber energi air yang dapat menghasilkan listrik bagi keluarganya. Tanpa harus campur tangan Perusahaan daerah yang sarat birokrasi dan biaya mahal, rakyat mampu melakukannya. Bagaimana mengurus listrik versi rakyat di pedesaan ini mendapat sokongan kebijakan pemerintah daerah agar beban listrik tidak tergantung dari PLN? Kebijakan Pemerintah diperlukan untuk mempercepat pasokan listrik desa secara swakelola. Minimal, sumbangan ini, bisa membuka jalan pikiran para birokrat dan elit politik di parlement yang sedang kesulitan berpikir. Kita harus memulainya, serahkan urusan listrik desa kepada rakyat, jangan serahkan kepada konglomerat yang berwatak kapitalisme akan menindas dan menghisap rakyat. (Koesnadi Wirasapoetra, 8 Januari 2008)

Tidak ada komentar: