Rabu, 26 Maret 2008

Peran Iptek Tingkatkan Hasil Tangkapan Nelayan

Tanggal : 26 Maret 2008
Sumber : http://www.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Opini&id=154610

Oleh : RASIDI BURHAN, S.St.Pi

Pada Idul Fitri 1428H bulan Oktober tahun 2007, saya mudik ke kampung halaman yaitu kota Singkawang Kalimantan Barat, seorang teman nelayan yang juga masih terhitung keluarga berdiskusi dengan saya. Dari hasil dikusi tersebut ada dua masalah yang pada saat itu belum mendapatkan jawaban yang pasti, pertama; mengapa ikan di laut kita semakin berkurang ! Kedua; agar mendapatkan ikan yang banyak, kemanakah kami harus menangkap ikan dan bagaimana memperkecil biaya BBM? Dari hasil diskusi tersebut saya mencoba mencari jawabannya.


Ikan Kian Berkurang

Pada tahun 60-an, produksi perikanan tangkap Indonesia sangatlah melimpah dimana pada saat itu para pemimpin bangsa dan para nelayan memiliki pemikiran dan perasaan yang sejalan dan sama-sama menyatakan “Potensi perikanan laut Indonesia sangatlah melimpah, dimana lautnya kaya raya akan sumber daya alamnya.” Tetapi keadaan ini tidak berlangsung selamanya. Pada awal tahun 2000-an, pejabat, wartawan dan siapa saja yang mengunjungi nelayan pada musim ikan akan tetap menyatakan bahwa "ikan kita masih melimpah". Hal tersebut karena memang terlihat bahwa hasil tangkapan ikan yang banyak dan ikannya pun besar-besar. Namun memori otak para nelayan yang telah menekuni pekerjaan ini puluhan tahun pasti tidak akan lupa bahwa musim ikan tahun ini tidaklah sebanyak tahun-tahun dulu lagi. Ukuran ikannya pun makin tahun makin mengecil, solar yang diperlukan untuk melaut semakin banyak, dan lain-lain.

Pada tahun 2004, produksi perikanan tangkap negara kita telah mencapai 4,8 ton atau 77,4% MSY dan jumlah nelayan pun telah naik menjadi 3,4 juta orang (Statistik Perikanan 2004). Berdasarkan data tersebut secara nasional potensi perikanan laut Indonesia di abad 21 ini mungkin sudah tidak melimpah lagi. Gambaran rata-rata pendapatan nelayan Indonesia yang terlihat dari produktivitas rata-rata nelayan Indonesia pun nilainya dibawah negara-negara lain. Produktivitas nelayan Indonesia secara rata-rata maksimal hampir seperdelapan nelayan negara tetangga Malaysia dan sepertigapuluh nelayan Rusia. Indonesia memiliki terlalu banyak nelayan dan kekurangan akan stok ikan. (Majalah Damersal 2006).

Lantas bagaimana dengan produksi perikanan tangkap yang ada di daerah kita Kalimantan Barat ? Berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kalbar, produksi perikanan tangkap kita sangat bervariasi yaitu 64.896,1ton pada Tahun 2002, 63.613,1 ton Tahun 2003, 65.413,1 ton Tahun 2004, 60.615,8 Tahun 2005 dan 56.160,0 Tahun 2006 dengan jumlah armada kapal penangkapan ikan dengan kisaran diatas 6.000 buah pada tahun 2002 s/d 2003 dan lebih dari 7.000 - 8.695 buah pada Tahun 2004 s/d 2006. Dari hasil data diatas apakah dapat kita simpulkan bahwa keberadaan ikan atau stok ikan yang ada di Kalbar sudah berkurang ?

Dari pengamatan penulis, produksi perikanan tangkap yang ada di Kalbar dari tahun 2002 s/d 2005 tidak mengalami penurunan signifikan, tetapi dengan semakin mahalnya harga BBM jumlah produksi perikanan tangkap pada tahun 2005 s/d 2006 mengalami penurunan signifikan yaitu 5.000 - 9.000 ton dalam jangka waktu 2 tahun dimana penurunan kapal penangkap tidak mengalami penurunan, malah jumlah armada kapal penangkap ikan mengalami kenaikan setiap tahunnya.

Banyak pakar perikanan dan masyarakat awam mengatakan potensi sumber daya perikanan Kalbar sudah menurun. Hal yang bertolak belakang apabila kita melihat di TPI Sungai Rengas, Pol Airud Siantan dan Lanal Jeruju, puluhan bahkan ratusan kapal-kapal asing dari berbagai negara tetangga tertangkap dan ditambat di pelabuhan-pelabuhan tersebut belum lagi kapal-kapal penangkap ikan asing yang masih berkeliaran di sekitar perairan Kalbar.

Bagaimana kita dapat mengatakan ikan kita semakin berkurang, dimana nelayan asing dari berbagai negara tetangga yang jaraknya bermil-mil dan sama-sama menggunakan BBM rela untuk menangkap ikan di perairan kita ! Itu merupakan suatu fakta yang menunjukkan potensi sumber daya kelautan Kalbar masih sangat produktif, tinggal bagaimana kita dapat mengelola dengan memanfaatkan teknologi yang ada dalam meningkatkan usaha perikanan tangkap.


Perkecil Biaya BBM

Menurut penulis, pemerintah dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan Kalbar harus menerapkan pola pengelolaan sumber daya kelautan secara terpadu dan berkelanjutan dengan menerapkan teknologi yang ada. Berdasarkan pengalaman penulis, Negara-negara lain sudah memanfaatkan teknologi dalam melakukan pengelolaan sumberdaya kelautannya. Dalam melakukan operasi penangkapan ikan/mencari daerah tangkapan ikan (fishing ground), nelayan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh (inderaja) menggunakan satelit.

Saat ini sudah banyak satelit menyediakan data pencitraan di perairan yang dapat diolah guna memprediksi keberadaan ikan seperti NOOA, Sea Star, Feng Yun dll dimana setiap satelit tersebut mempunyai karakteristik pencitraan yang bervariasi. Dengan adanya data pencitraan satelit dapat kita kolaborasikan dengan ilmu oseanografi meliputi suhu air laut, kadar garam (salinitas) pergerakan angin dan musim, dll. Tinggal bagaimana kita dapat memanfaatkan data-data dari hasil teknologi pencitraan satelit dan ilmu oseanografi tersebut dalam memprediksi daerah sebaran ikan.

Satu hal lagi yang perlu diperhatikan dalam penerapan teknologi dan ilmu dalam rangka pengelolaan sumber daya kelautan, kita juga harus memperhatikan aspek sumber daya manusia (SDM) harus dapat mendukung dalam penerapan ilmu dan teknologi tersebut. Dengan cara tersebut nelayan tidak lagi mencari daerah tangkapan ikan dulu yang dapat meningkatnya biaya BBM, tapi nelayan dapat langsung menuju perairan yang menjadi daerah tangkapan ikan (fishing ground) sehingga dapat menghemat biaya BBM.

Dengan menggunakan data dari satelit-satelit tersebut dapat dilakukan pemetaan suhu permukaan laut (SPL) dan kandungan khlorofil secara nerreal-time. Dari peta sebaran SPL dan khlorofil tersebut dapat diperoleh informasi tentang fenomena oseanografi, khususnya thermal front dan upwelling yang merupakan indikator daerah potensi penangkapan ikan. Penggunaan teknologi penginderaan jauh (inderaja) khususnya satelit dikolaborasikan dengan data cuaca, data oseanografi khususnya kesuburan perairan dan tingkah laku ikan, didukung dengan metode pengolahan dan analisis yang teruji akurasinya, merupakan salah satu alternatif yang sangat tepat dalam mempercepat penyediaan informasi zona potensi ikan harian dan prediksi daerah penangkapan ikan untuk keperluan peningkatan hasil tangkapan ikan. Identifikasi daerah potensi penangkapan ikan dan prediksi daerah penangkapan ikan menggunakan teknologi penginderaan jauh merupakan cara identifikasi tidak langsung. Dari data penginderaan jauh dilakukan identifikasi parameter-parameter oseanografi yang berkaitan erat dengan habitat ikan atau daerah yang diduga potensial sebagai tempat berkumpulnya ikan sesuai dengan karakteristik ikan (fish behavior), seperti daerah terjadinya termal front atau upwelling.

Parameter lain yang sekarang dapat dideteksi dengan menggunakan teknologi satelit penginderaan jauh adalah kesuburan perairan, yang sangat erat hubungannya dengan daerah potensi berkumpulnya ikan. Zona potensi ikan ditentukan dengan kombinasi data/peta sebaran suhu permukaan laut, kandungan klorofil, pola arus laut, cuaca, serta karakter toleransi biologis ikan terhadap suhu air. Dari hasil pengamatan secara multitemporal dapat diketahui bahwa sebaran suhu permukaan laut di wilayah perairan laut Indonesia berubah dengan cepat.

Di Indonesia sendiri Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) sudah menyediakan layanan peta potensi perikanan dan peta prediksi daerah penangkapan ikan (PPDPI) yang dapat diakses di situs www.dkp.go.id yang dapat memberikan gambaran dalam menentukan daerah penangkapan ikan. Dalam situs tersebut, peta prediksi daerah penangkapan ikan di update setiap 3 hari sekali ini sangat membantu nelayan, tinggal bagaimana sosialisasi dari pemerintah daerah (DKP Propinsi) dapat menjembatani/ mentransfer data-data tersebut sehingga dapat dengan mudah diimplementasikan oleh nelayan. Sekali lagi sosialisasi dalam penenrapan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada nelayan menjadi kunci utama, baik dalam menyebarkan peta prediksi daerah penangkapan tersebut.

Kolaborasi data pencitraan satelit dan ilmu oseanografi dalam memprediksikan daerah sebaran ikan untuk mempermudah dalam inventarisir dan memudahkan akses para pengguna, dapat kita sajikan dengan menggunakan basis data atau lebih dikenal dengan istilah sistem informasi geografis (GIS). Dimana basis data tadi dapat kita kelompok-kelompokan berdasarkan daerah/wilayah/kota. Sehingga dapat membantu dalam penerapan pengelolaan sumberdaya kelautan yang terpadu dan berkelanjutan serta dapat meningkatkan penghasilan nelayan. **



* Penulis adalah warga Singkawang, kini sedang menuntut ilmu di Program Magister

Bidang Keahlian Teknik dan Manajemen Pantai Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

Tidak ada komentar: