Selasa, 08 April 2008

Pelabuhan Jadi Faktor Penting Negara Maritim

Tanggal : 8 April 2008
Sumber : http://www.kompas.com/kompascetak/read.php?cnt=.xml.2008.04.08.01334025&channel=2&mn=155&idx=155
Oleh HARYO DAMARDONO


Hari ini, Selasa (8/4), Rapat Paripurna DPR dijadwalkan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pelayaran. Berbagai harapan untuk membangkitkan kejayaan Indonesia sebagai negara maritim, terutama dalam mengatur lalu lintas barang melalui pelabuhan, ditumpukan pada RUU ini.

Pelabuhan menjadi faktor yang penting bagi sebuah negara maritim. Terwujudnya pelabuhan yang unggul menjadi idaman berbagai pihak di negeri ini. Untuk itu, harus ada kompetisi dalam pengelolaan pelabuhan, dengan meniadakan monopoli.

Seiring dengan itu, RUU Pelayaran mengarahkan, selain PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo), swasta pun diberi kesempatan mengusahakan pelabuhan.

Hal yang bakal diatur RUU Pelayaran adalah melarang kapal asing mengangkut penumpang atau barang antarpulau di perairan Indonesia. Dengan demikian, diharapkan industri kapal dalam negeri didorong maju.

”Materi dalam RUU Pelayaran ini merupakan hasil terbaik, bagi pelayaran dan angkutan perairan, kepelabuhanan, keselamatan, dan keamanan, hingga perlindungan maritim,” kata Yoseph Umarhadi, Wakil Ketua Komisi V DPR, yang juga anggota Tim Panitia Kerja RUU Pelayaran.

Sejak draf RUU Pelayaran diterima DPR bulan April 2006, dibutuhkan waktu dua tahun untuk membahasnya. Selain dibentuk tim kecil, dibentuk juga tim relawan untuk menampung masukan dari berbagai pihak terkait materi RUU.

Alhasil, bila UU Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran hanya memuat 15 bab dan 132 pasal, maka RUU Pelayaran yang bakal disahkan ini memuat 22 bab dan 355 pasal.

Salah satu perubahan yang cukup berarti adalah ditetapkannya ketentuan, kegiatan angkutan laut dalam negeri oleh perusahaan angkutan laut nasional dengan kapal berbendera Indonesia (pasal 8 ayat 1).

Asas cabotage itu berlaku efektif paling lama tiga tahun (pasal 341, Bab XXI Ketentuan Peralihan). Dengan ketentuan itu, setidaknya ada 13 komoditas dan satu penunjang kegiatan usaha hulu dan hilir minyak dan gas yang harus dilayani oleh armada dalam negeri.

Ini membuka peluang usaha baru. Maka Bank Indonesia pun mempertemukan perbankan dengan pelaku usaha pelayaran/ perkapalan, akhir Maret lalu.

Butuh Rp 34 triliun

Untuk membangun usaha pelayaran yang melayani kebutuhan industri hulu dan hilir migas dibutuhkan Rp 34 triliun.

Berdasarkan data dari BI, kredit bermasalah pada industri pelayaran turun dari 11 persen (per Desember 2006) menjadi 3,8 persen (Desember 2007). Sementara penyaluran kredit perbankan untuk sektor pelayaran naik 88 persen, yakni Rp 5,22 triliun (per Desember 2006) menjadi Rp 9,81 triliun (per Desember 2007).

Guna membangkitkan minat perbankan dalam pembiayaan industri pelayaran, RUU Pelayaran mengatur rinci hipotek kapal, termasuk piutang pelayaran. Sebenarnya, UU Pelayaran yang berlaku kini telah mengatur soal hipotek, tetapi tidak rinci.

Jadi tidak hanya tanah yang dapat dijaminkan, tetapi juga kapal. Direktur Utama PT PAL Harsusanto menyatakan, adanya regulasi tentang penjaminan kapal akan memudahkan penggalangan dana untuk membangun industri pelayaran.

Otoritas pelabuhan

Materi RUU Pelayaran yang banyak mendapat sorotan, terutama dari para pekerja pelabuhan, adalah tentang penyelenggaraan pelabuhan.

RUU mencantumkan tentang pembentukan Otoritas Pelabuhan pada pelabuhan komersial, dan Unit Penyelenggara Pelabuhan, pada pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial.

Seiring dengan itu, menurut pasal 82 ayat 4, maka dengan dikawal oleh pegawai negeri yang kompeten di bidang kepelabuhanan, penyelenggara pelabuhan dapat memberi konsesi kepada badan usaha pelabuhan.

Hal itu berbeda dengan UU Pelayaran, Pasal 26 Ayat 1, yang menetapkan penyelenggaraan dan pelaksanaan pelabuhan dilimpahkan kepada badan usaha milik negara (BUMN). Keikutsertaan badan hukum Indonesia mengelola pelabuhan umum juga atas dasar kerja sama dengan BUMN (Pasal 26 Ayat 2).

Perubahan dalam kebijakan pengelolaan dan pengusahaan pelabuhan ini menimbulkan protes, terutama dari pekerja Pelindo.

Mereka khawatir peran operator dicabut dan aset dilelang. Kekhawatiran itu dinyatakan dalam ancaman mogok kerja yang dilontarkan berulang kali.

Ketua Umum Gabungan Serikat Pekerja Pelabuhan Indonesia (GSPPI) Sujarwo mengatakan, bila peran operator dicabut, maka 50 persen dari 20.000 pekerja akan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). ”Tidak masalah fungsi operator diatur pasal utama atau peralihan. Yang penting jelas,” ujarnya.

Ancaman unjuk rasa jika RUU Pelayaran disahkan pun dilontarkan Koordinator Komite Nasional Tolak Liberalisasi Pelabuhan Indonesia Fransiskus Xaverius Arief Poyuono. Dikatakan, sekitar 10.000 pekerja berbagai BUMN akan berunjuk rasa di Gedung DPR, hari ini, Selasa (8/4).

Arief dan pekerja dari 20 BUMN berniat mengawal agar RUU Pelayaran berpihak pada Pelindo, yang disebutnya sebagai aset negara.

Pekerja Pelindo, menurut Yoseph, tidak perlu berunjuk rasa. RUU Pelayaran tetap mengatur Pelindo sebagai operator. ”Tidak ada aset Pelindo yang dilelang, tidak ada pekerja di-PHK. Sejauh ini, DPR selalu membuka pintu dialog dengan pekerja,” ujarnya. Namun, kata Yoseph, Pelindo harus diaudit, karena perusahaan itu milik rakyat.

Jaminan Pelindo tetap sebagai operator diatur dalam Pasal 344 Ayat 3 RUU Pelayaran. Lebih rinci dimuat dalam Penjelasan Pasal 344 Ayat 3. Yaitu, BUMN yang dimaksud dalam RUU Pelayaran adalah BUMN yang didirikan berdasar PP No 56, 57, 58, dan 59/1991, dan itu hanya menunjuk pada PT Pelindo I-IV.

Daya saing

Ketua Persatuan Pelayaran Nasional Indonesia (Indonesian National Shipowners Association/INSA) Oentoro Surya menegasksan, siapa pun pengelola pelabuhan, maka peningkatan pelayanan yang dilandasi perbaikan pelabuhan harus menjadi perhatian utama.

Di berbagai negara, tidak terkecuali Indonesia, pelabuhan yang baik merupakan kunci untuk meningkatkan daya saing suatu bangsa. Sebagian besar arus ekspor dan impor dipastikan melewati pelabuhan. Bila pelabuhan inefisien, akan mengganggu arus barang. Ini melemahkan perekonomian bangsa.

Dibukanya kesempatan bagi swasta, menurut dia, hendaknya tak diartikan sempit, bahwa asing akan mengambil alih pelabuhan di Indonesia. Pembangunan pelabuhan dapat saja bekerja sama dengan swasta Indonesia, tetapi dananya disokong asing.

Pengamat ekonomi Faisal Basri, beberapa waktu lalu, menuliskan, setelah satu dasawarsa, ternyata privatisasi dan kehadiran asing, baik di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dan Tanjung Perak Surabaya, tidak memberi banyak maslahat.

Menanggapi itu, Yoseph hanya mengatakan, ”Nanti pilih-pilihlah investor pelabuhan, swasta atau asing yang mana? Bila investor Singapura, misalnya, bisa-bisa Indonesia tetap jadi feeder, pengumpan Pelabuhan Singapura. Jangan sampai seperti itu.”

1 komentar:

Amisha mengatakan...

Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut