Senin, 07 April 2008

Potensi Kelautan dan Kesempatan Kerja

Sumber : http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=7855&coid=2&caid=30&gid=3
Oleh: Razali Ritonga


Meski berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk menurunkan angka pengangguran, hasilnya tetap belum menggembirakan. Angka pengangguran masih bertengger di atas 10 persen. Ini berarti satu di antara sepuluh angkatan kerja kita berstatus penganggur.

Hasil survei angkatan kerja nasional menunjukkan, pada Agustus 2006, angka pengangguran sekitar 10,28 persen atau sebanyak 10,93 juta orang. Jika dibandingkan dengan keadaan Februari 2006, angka pengangguran turun 170 ribu orang, atau turun hanya sekitar 0,17 persen.

Upaya menurunkan angka pengangguran itu tampaknya hanya berhasil di luar sektor pertanian. Tercatat, selama Februari 2006-Agustus 2006, terdapat penambahan penduduk yang bekerja di sejumlah sektor, seperti sektor jasa sebanyak 790 ribu orang, perdagangan 650 ribu orang, konstruksi 330 ribu orang, dan industri 310 ribu orang.

Sebaliknya, penduduk yang bekerja di sektor pertanian turun dari 42,32 juta orang pada Februari 2006 menjadi 40,14 juta orang pada Agustus 2006, atau turun 2,18 juta orang.

Turunnya jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian selama Februari 2006-Agustus 2006, antara lain, disebabkan oleh musim kemarau panjang. Kondisi musim yang kurang menguntungkan itu terutama menimpa petani yang berusaha pada sawah tadah hujan.

Selain angka pengangguran yang masih terbilang sangat tinggi, situasi ketenagakerjaan kita juga diwarnai oleh masalah produktivitas rendah. Hal ini terlihat dari masih cukup tingginya penduduk yang bekerja di bawah jam kerja normal, yaitu kurang dari 35 jam seminggu. Tercatat sekitar 31,2 persen penduduk pada Februari 2006 bekerja di bawah jam kerja normal, dan sedikit meningkat menjadi 31,4 persen pada Agustus 2006 (Badan Pusat Statistik, 2006).

Umumnya, penduduk yang bekerja di bawah jam kerja normal itu berada di sektor pertanian. Ini mengindikasikan bahwa sektor pertanian telah mengalami kejenuhan dalam peluang kesempatan kerja. Padahal sektor ini sangat diharapkan dapat mengatasi pengangguran, mengingat minimnya persyaratan yang diperlukan untuk bekerja di sektor ini.

Berbeda halnya dengan persyaratan kerja di luar sektor pertanian, yang cukup ketat seperti dalam hal pengalaman dan pendidikan. Padahal angkatan kerja kita masih diwarnai oleh pendidikan yang rendah. Sekitar setengah dari seluruh angkatan kerja kita berpendidikan sekolah dasar atau kurang.

Maka, untuk mengurangi angka pengangguran di masa mendatang, pemerintah perlu mencari terobosan baru. Tentunya, untuk membuat terobosan itu, pemerintah tidak asal dalam membuka kesempatan kerja baru. Terobosan itu akan efektif jika bersesuaian dengan kondisi angkatan kerja kita yang minim pendidikan. Ini berarti, jika penciptaan kesempatan kerja baru itu bersifat padat modal dan berbasis pendidikan tinggi, hal itu tidak banyak berarti dalam pengurangan angka pengangguran.

Potensi kelautan

Salah satu sektor yang diperkirakan berpotensi dalam penciptaan kesempatan kerja adalah sektor kelautan. Sektor ini hampir tipikal dengan sektor pertanian, yang tidak memerlukan persyaratan khusus untuk bekerja. Bahkan untuk bekerja di sektor ini cukup dengan pengalaman atau kursus keterampilan tertentu.

Sangat aneh memang, Indonesia dengan wilayah laut yang sangat luas belum menggarap sektor ini secara optimal. Tercatat, Indonesia memiliki lautan seluas 3.302.498 kilometer persegi, sedangkan daratan seluas 1. 890.754 kilometer persegi. Ini berarti luas lautan dua pertiga total luas area.

Namun, dengan lautan yang demikian luas, jumlah penduduk yang bekerja di sektor ini terbilang amat kecil, yaitu 613.217 rumah tangga, atau sekitar 2,5 juta orang pada tahun 2004 (BPS, Statistik Indonesia 2005/2006). Dengan demikian, penduduk yang bekerja di perikanan laut tidak sampai tiga persen dari total penduduk yang bekerja. Sungguh memprihatinkan.

Kecilnya jumlah penduduk yang bekerja di perikanan laut diperkirakan terkait dengan kurangnya modal dan prasarana yang dimiliki. Dari aspek modal, umumnya menyangkut biaya operasi, pengadaan alat tangkap, kapal motor, dan jaminan hidup selama beroperasi.

Celakanya, perhatian pemerintah berupa kucuran dana pinjaman masih sangat minim. Sehingga, tak mengherankan, dalam situasi demikian, tengkulak merajalela. Pada akhirnya kesejahteraan nelayan tidak pernah membaik. Hal ini tentu tidak memberikan rangsangan terhadap peningkatan penduduk yang bekerja sebagai nelayan. Bisa dikatakan penduduk yang bekerja sebagai nelayan disebabkan oleh keterpaksaan karena tidak ada pekerjaan lainnya.

Mengingat potensi kelautan yang demikian besar dalam penciptaan kesempatan kerja, selayaknya pemerintah segera turun tangan. Ini berkaitan dengan beleid pemerintah pada 2007 ini untuk membantu permodalan usaha kecil dan menengah. Bahkan besarnya modal pinjaman mencapai hingga 20 miliar. Terkait dengan beleid ini, sepatutnya pemerintah tidak melupakan sektor kelautan.

Jika saja pinjaman modal itu dapat diterima oleh nelayan, ruang gerak tengkulak akan berakhir dan kesejahteraan nelayan meningkat. Sebenarnya hal positif dari pinjaman itu adalah untuk keperluan pembelian alat tangkap modern dan kapal dengan tonase besar yang bisa beroperasi di laut dalam. Diketahui, kini banyak nelayan yang hanya mampu beroperasi di laut dangkal dan di dekat bibir pantai, mengingat alat tangkap yang dimiliki sangat sederhana dan perahu motornya bertonase rendah. Akibatnya, potensi laut dalam belum tergarap secara optimal. Celakanya, kekayaan laut dalam yang tidak terjamah itu dicuri oleh nelayan asing yang memiliki peralatan canggih.

Faktor lain yang perlu mendapat perhatian adalah soal infrastruktur kelautan, seperti mesin pendingin untuk pengawetan dan pelabuhan pendaratan ikan dan tempat pemasaran. Untuk soal ini, sepatutnya pemerintah dapat membantu dalam pengadaannya. Ini berkaitan dengan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Infrastruktur. Sesuai dengan inpres tersebut, pemerintah akan melakukan pembangunan infrastruktur per tahun dengan biaya Rp 200 triliun, yang merupakan bagian dari rencana pemerintah untuk lima tahun mendatang dengan total dana Rp 1.000 triliun. Sangat diharapkan pemerintah mengalokasikan sebagian dari dana itu untuk membangun infrastruktur kelautan.

Dengan berbagai upaya itu, diyakini potensi kelautan dapat dimanfaatkan secara optimal. Sehingga, kondisi demikian dapat merangsang tumbuhnya kesempatan kerja di sektor ini. Hal ini pada gilirannya tidak hanya dapat mengurangi angka pengangguran, tapi juga dapat menyejahterakan nelayan, meningkatkan kemampuan ekspor hasil laut dan ketersediaan protein hewani di dalam negeri.

URL Source:http://korantempo.com/korantempo/2007/03/27/Opini/krn,20070327,75.id.html

Tidak ada komentar: